MAKSUD DARI "DZAT ALLAH" SERTA PENYEBUTANNYA DALAM BIBLE & QURAN


Istilah dzat Allah sering salah difahami dan dikira sama dengan istilah zat yang umumnya dikenal dalam kajian sains (unsur zat) baik kalangan non-muslim bahkan umat muslim sekalipun.

Sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu bahwa memang benar banyak kosa kata bahasa Arab yang diserap dalam bahasa Indonesia. Kata-kata Arab dalam bahasa Indonesia jumlahnya ada 4.275 kata, terdiri atas 260 nama diri, 321 kata-kata dari Persia dan 1.212 cross-reference. Bahasa Arab mempunya peranan penting dalam perkembangan bahasa Indonesia [1].

Namun, walaupun diserap dari bahasa Arab hal itu tidak menunjukkan bahwa, kosa kata yang mirip secara pelafalan memiliki makna yang sama, dan tidak berarti pula mereka memiliki definisi etimologi dan terminologi yang sama antara satu sama lain baik dengan bahasa asalnya.

Contohnya seperti kata “hamil", dalam bahasa indonesia. Kata hamil berarti seseorang yang sedang mengandung. Sedangkan dalam bahasa Arab, “hamil” juga memiliki arti pembawa, pemikul, dan pengangkut. Contoh lain seperti kata “rahim”, dalam bahasa indonesia rahim adalah anatomi khusus yang dimiliki wanita. Sedangkan dalam bahasa arab, “rahim” itu artinya “penyayang”. Kemudian seperti kata “kalimat”, dalam bahasa indonesia kalimat adalah rangkaian kumpulan kata, ada subjek dan predikat. Namun “kalimat atau kalimah” dalam bahasa Arab berarti “kata”. Sedangkan kumpulan kata dalam bahasa Arab disebut dengan “jumlah”. Padahal dalam bahasa Indonesia jumlah dikaitkan dengan bilangan bukan dengan kata.

Dari sini dapat difahami bahwa tidak semua kata serapan dalam bahasa Arab memiliki makna yang sama dengan bahasa aslinya, yakni bahasa Arab. Termasuk kata Dzat dalam bahasa Arab dan Zat dalam bahasa Indonesia.

Pengertian Zat dalam bahasa indonesia atau yang dipakai dalam istilah sains adalah sesuatu yang memiliki masa dan menempati ruang [2]. Kata zat ini lalu diterjemahkan dalam bahasa inggris menjadi matter atau substance [3]. Apabila kata zat yang memiliki makna, sesuatu yang menempati ruang dan memiliki masa ini diterjemahkan dalam bahasa Arab, maka diartikan dengan sebutan maadah (مادة), bukan kata dzat.

Dengan begitu sudah jelas kata zat dan dzat memiliki makna yang jauh berbeda. Bahkan bisa jadi kata zat dalam konteks kajian sains ini bukan serapan dari bahasa Arab. Karena kata zat dalam artian suatu materi yang memiliki masa dan menempati ruang ini diterjemahkan dalam bahasa Arab diartikan dengan sebutan maadah bukan dzat.

Pada tahap ini dapat disimpulkan bahwa kata dzat Allah dalam istilah agama dengan zat yang dipahami dalam sains tidak memiliki makna yang sama. Oleh karena itu, salah jika menyamakan dzat Allah dengan zat seperti zat padat, cair maupun gas. 

Kalau begitu maka kata dzat ini memiliki makna tersendiri. Lalu Apa makna dari kata dzat, dan apa yang di maksud dengan dzat Allah itu?

Menurut seorang pakar leksikografi/linguistik Arab yang bernama Louis Ma’luf, seorang Arab Katholik asal Lebanon dalam karya kamus Arabnya mendefinisikan bahwa Allah: ismu al-Dzat al-Wajib-al-Wujud (Allah itu adalah suatu nama dzat Yang Maha Ada yang menyebabkan segala sesuatu menjadi ada (the name of the dzat as Causa Prima) [4].

Louis Ma’luf mendefinisikan bahwa lafaz Allah adalah nama Dzat, lalu apa itu Dzat?. Seorang ahli Linguistik Arab asal Jerman yang bernama Hans Wehr dan beragama Kristen Protestan dalam karyanya yang berjudul A Dictionary of Modern Written Arabic, menguraikan makna istilah dzat dalam bahasa Arab yang artinya being, essence, nature, self: person, personality. Artinya kata dzat merupakan penyebutan kepada sebuah esensi, personal, pribadi atau sosok dan bukan penyebutan kepada sebuah materi yang memiliki masa dan menempati ruang [5].

Berdasarkan penjelasan dari dua pakar bahasa Arab yang berlatar bangsa Arab dan bangsa Barat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kata dzat bahasa arab sungguh jauh-jauh berbeda dengan zat dalam bahasa Indonesia. Penulis sengaja mengambil referensi dari non-muslim untuk menegaskan bahwa kata dzat bukan kosa-kata khusus dalam agama Islam, melainkan kosa-kata umum yang difahami orang Arab itu sendiri.

Sehingga jika ada ungkapan seperti kalimat “Ar-rahman adalah sifat dari dzat Allah” maka makna kalimat itu seperti “ar-rahman adalah sifat dari personal, pribadi atau sosok Allah itu”. Sehingga kata dzat sama sekali tidak merujuk kepada penyebutan materi yang memenuhi ruang dan memiliki masa seperti zat padat, cair dan gas. Melainkan kata dzat ini merupakan penyebutan kepada sebuah atau suatu esensi pribadi dan personal itu sendiri.

Selanjutnya kata dzat ini tidak menunjukkan penyebutan atas wujud Allah itu sendiri, hanya sebatas sebutan kepada suatu esensi yang eksis dalam realita. Allah tidak pernah menjelaskan bagaimana wujudnya secara spesifik, karena manusia tidak akan dapat memahami bentuk esensi dari dzat Allah itu sendiri. Karena manusia adalah ciptaan-Nya dan akal manusia dibatasi untuk memahami apalagi mengimajinasikan segala sesuatu yang tidak dapat diinderakan, bahkan surga sekalipun. Sehebat apapun imajinasi tentang surga, maka tidak akan dapat benar-benar memahami bagaimana kemegahan surga itu, apalagi untuk mengimajinasikan keagungan Allah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah dzat yang dinisbatkan kepada Allah tidak sama dengan sebutan zat yang umum difahami dalam kajian sains, serta pula tidak merujuk kepada wujud dari Allah itu sendiri melainkan hanya sebagai sebutan kepada suatu esensi yang eksis dalam hal ini sebagai Tuhan semesta alam.

Kalau miskonsepsi ini muncul dari kalangan Kristiani, sepertinya ini menjadi bumerang bagi mereka. Ini karena kosa-kata ini juga muncul dalam Alkitab dan dalam waktu yang sama disandarkan kepada Tuhan sebagaimana yang berbunyi dalam Ibrani 1 ayat 3 versi Shellabear dan TL dengan bunyi:

“Dialah cahaya kemuliaan Allah, perwujudan yang sempurna dari zat Allah..” [6]

Dalam ayat ini menggunakan istilah zat bukan dzat, walaupun demikian zat dalam ayat ini memiliki makna dzat sebagaimana yang kita fahami sebelumnya. Kata zat dalam ayat ini merupakan terjemahan dari kata hypostatis yang bermakna esensi dan persona (sosok/pribadi) [7] tersendiri sebagaimana difahami dalam istilah dzat dalam bahasa Arab. 

Sedangkan dalam Al-Quran kata dzat disebutkan sebanyak 30 kali [8], luar biasanya semua kata dzat ini tidak disandarkan kepada Allah. Bahkan dari 30 ayat itu 12 diantaranya sebrbunyi dzatis sudur yang berarti 'sesuatu yang ada di hati -seperti Allah mengetahui sesuatu yang ada di hati'. Selebihnya seperti dzat yamin yang berarti 'ke/sebelah kanan' disebutkan 2 kali, dan dzat syimal yang berarti 'ke/sebelah kiri' juga disebutkan 2 kali. Setengahnya lagi bahkan merujuk pada makna 'sesuatu' namun bukan disandarkan kepada Allah.
_______________

[1] Syamsul Hadi, Kata-Kata Arab Dalam Bahasa Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2015), hlm 11.
[2] Zulfian, Ilmu Pengetahuan Alam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2009), hlm. 293.
[3] Susanto Atmosumarti, A Learner's Comprehensive Dictionary Of Indoensian (Middlesex: Atma Stanton, 2004), hlm.
[4] Louis Ma’luf, Qamus al-Munjid fil Lughah wal ‘Alam (Lebanon: Dar al-Masyriq, 1986), hlm. 16
[5] Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Ithaca: Spoken Languange Services) 1976, hlm. 314-315
[6] https://alkitab.sabda.org/verse.php?book=ibrani&chapter=1&verse=3
[7] Harun Hadiwijoyo, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Muria, 2007) hlm. 110
[8] http://corpus.quran.com/search.jsp?q=%D8%B0%D8%A7%D8%AA

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.